Rabu, 07 Maret 2012

SUKACITA MEMAJUKAN PEKERJAAN TUHAN

“Ya TUHAN, Allah kami, segala kelimpahan bahan-bahan yang kami sediakanini untuk mendirikan bagi-Mu rumah bagi nama-Mu yang kudus adalah dari tangan-Mu sendiri dan punya-Mulah segala-galanya” (1 Tawarikh 29:16).
 
Dalam membangun Bait Suci, ajakan untuk menyumbang mendapat tanggapan yang sungguh-sungguh. Mereka menyumbangkan lebih dari cukup untuk maksud itu. Daud memuji Tuhan di hadapan rakyatnya, dan berkata, “Sebab siapakah aku ini dan siapakah bangsaku, sehingga kami mampu memberikan persembahan sukarela seperti ini? Sebab dari pada-Mulah segala-galanya dan dari tangan-Mu sendirilah persembahan yang kami berikan kepada-Mu.”...
 
Daud mengetahui betul dari siapa semua karunianya. Kalau saja mereka yang bersukacita dalam kasih Juruselamat di zaman ini dapat menyadari bahwa perak dan emas adalah milik Tuhan, dan harus digunakan untuk kemuliaan- Nya, bukan menahannya untuk memperkaya dan memuaskan diri mereka. Ia memiliki hak yang tak dapat disangkal terhadap segala sesuatu yang dipinjamkan- Nya kepada ciptaan-Nya. Semua yang mereka miliki adalah milik-Nya.
 
Ada maksud-maksud agung dan suci yang memerlukan harta; jadi kalau diinvestasikan, akan memberikan sukacita yang lebih tinggi dan menetap kepada si pemberi daripada bila digunakan untuk kepuasan diri atau menumpuknya untuk maksud yang tamak....
 
 Dengan cinta diri banyak menahan hartanya dan menenangkan hati nuraninya dengan rencana melakukan hal besar bagi pekerjaan Allah setelah kematian mereka. Mereka membuat wasiat menyumbangkan sejumlah besar kepada gereja dan berbagai kepentingannya, dan kemudian menenangkan diri dengan perasaan bahwa mereka telah melakukan yang diwajibkan dari mereka. Dalam hal apakah mereka menyangkal diri dengan perbuatan ini? Sebaliknya, mereka justru memperlihatkan kecintaan diri mereka. Ketika mereka tidak lagi memerlukan uang mereka, maka mereka bermaksud memberikannya kepada Allah. Tetapi mereka akan menahannya selama mereka bisa, sampai mereka tergerak untuk melepaskannya oleh seorang utusan yang tidak bisa ditolak.
 
Allah telah menjadikan kita semua para penatalayan-Nya, dan ini tidak memberikan kita hak untuk mengabaikan tugas kita atau membiarkan orang lain yang melakukannya.... Jika kita biarkan orang lain mencapai apa yang Allah telah percayakan kepada kita, maka kita bersalah kepada diri sendiri dan kepada Dia yang telah memberikan segala sesuatu yang kita miliki... dalam hal ini Allah ingin semua menjadi wali wasiat mereka sendiri selama masa hidupnya. —Review and Herald, 17 Okt. 1882.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar