Kamis, 16 Februari 2012

MUJIZAT DALAM PERNIKAHAN Oleh Willie dan Elaine Oliver


Ayat: Yohanes 2:1-10

Pendahuluan

Pernikahan adalah lembaga pertama yang didirikan Allah pada saat penciptaan. Pada akhir hari itu, "Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keenam." (Kej 1:31).

Meskipun menjadi lembaga pertama yang didirikan oleh Allah pada penciptaan, dan dinyatakan sangat baik oleh Allah alam semesta, pernikahan itu sulit. Tentu saja, segala sesuatu yang Allah minta untuk kita  lakukan itu sulit, "Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah" (Roma 3:23).

Kebanyakan pasangan menikah yang memiliki pernikahan yang relatif baik, dapat bersenang-senang. Namun, ide mereka untuk bersenang-senang tidaklah selalu sama. Yang seorang ingin makan nasi dan kacang-kacangan dan kelewele (pisang goreng dari Ghana), sementara yang lain ingin makan spaghetti. Yang seorang ingin berlibur di pegunungan, sementara yang lain ingin berlibur di pantai. Yang seorang ingin pergi jalan-jalan di Hari Sabat sore, sementara yang lain ingin tidur siang. Yang seorang ingin memiliki tiga anak, sementara yang lain tidak ingin memiliki anak. Yang seorang harus tiba di gereja tepat waktu setiap Sabat, sementara yang lain tidak bisa tepat waktu.

Dengan semua tantangan ini, siapakah yang benar-benar dapat memiliki pernikahan yang bahagia? Apakah Allah membuat kesalahan? Apakah pernikahan itu terlalu sulit bagi manusia yang telah jatuh?

Hari ini kita akan berbicara tentang realitas dalam pernikahan dan hubungan lainnya yang sebagian besar kita sudah merasa akrab dengannya. Kami juga akan berbagi bagaimana kita dapat bergantung pada Allah untuk menjalaninya, dengan belajar bagaimana menjadi sabar, ramah, pengertian, dan memaafkan; memungkinkan kehadiran Allah mengerjakan keajaiban-keajaiban dalam pernikahan kita masing-masing setiap hari. Topik kita hari ini adalah: Mujizat dalam Pernikahan.

Ayat: Yohanes 2:1-10

Dalam kitab Kejadian, Allah digambarkan sebagai yang sedang berfirman kepada dunia. Allah mengucapkan firman dan hal-hal yang membuahkan hasil: langit, bumi, laut dan sungai-sungai; tanam-tanaman dan padang-padang rumput, burung-burung dan ikan-ikan, hewan-hewan dan manusia. Semua yang terlihat dan tidak terlihat, menjadi ada oleh firman Allah yang diucapkan.

Sesuatu yang disengaja setara dengan kata-kata pembukaan Kitab Kejadian, kitab Yohanes, menyajikan Allah sebagai firman keselamatan yang menjadi hidup. Kali ini firman Allah mengambil bentuk manusia dan masuk ke dalam sejarah dalam pribadi Yesus Kristus. Yesus mengucapkan firman itu dan realitas yang luar biasa muncul: pengampunan dan penghakiman, penyembuhan dan pencerahan, kebaikan dan rahmat, kebahagiaan dan kasih, kemerdekaan dan pemulihan. Semua yang telah hancur dan jatuh, jahat dan najis, dipanggil bagi keselamatan oleh firman yang diucapkan oleh Allah.

Oleh sebab itu, di berbagai tempat berbagai hal telah berjalan dengan sangat salah dan sangat membutuhkan perbaikan yang serius (Kitab Kejadian menceritakan kisah itu juga). Perbaikan aakan semua hal ini disadari oleh Firman  itu -- Yesus Kristus. Yesus, dalam kisah ini, bukan hanya mengucapkan firman Allah, tapi Dia adalah Firman Allah itu.

Dengan tetap berada di hadapan Firman ini, kita mulai menyadari bahwa kata-kata kita lebih bermakna daripada yang pernah kita akui. Mendeklarasikan "Saya percaya," misalnya, adalah perbedaan antara hidup dan mati. Kata-kata kita mendapatkan nilai dan arti dalam percakapan dengan Yesus. Bagi Yesus keselamatan itu tidaklah dipaksakan, melainkan Dia membawa keselamatan itu melalui percakapan yang tidak terburu-buru, hubungan intim, jawaban yang penuh rahmat, doa yang sungguh-sungguh, dan – secara kolektif -- melalui korban kematian-Nya di kayu salib. Kita jangan cepat-cepat menjauh dari kata-kata seperti ini. Dan untuk pelajaran kita hari ini, Firman itu ditemukan di tengah-tengah perayaan pernikahan pada pasal yang kedua dari kitab Yohanes. (The Message. 2002. NavPress).

Yohanes Pembaptis, sepupu Yesus, berdiri di tepi sungai Yordan berkhotbah dan membaptis dalam pasal satu. Ketika ia melihat Yesus datang ke arahnya, dia berhenti dan berseru, "Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia!" (Yohanes 1:29) Pengakuan di dekat sungai ini membuat Yesus mendapatkan beberapa orang murid yang mengikuti-Nya kembali ke Galilea, ke tempat mukjizat pertama-Nya.

Firman ini datang dalam pribadi Yesus, yang datang untuk hidup di antara manusia dan mengalami hidup mereka sehingga mereka dapat mengalami keselamatan-Nya. Dia adalah Allah dalam daging, Immanuel, yang pada sebuah pesta pernikahan di Kana, bersama murid-murid baru-Nya -- salah satu dari mereka bernama Natanael, yang sebenarnya berasal dari Kana (Yohanes 21:2). Mungkin Yesus membawanya pulang agar ia dapat digunakan untuk membantu membawa keselamatan bagi keluarganya.

Kana berada sekitar tiga hari perjalanan dari sungai Yordan dan sangat dekat ke Nazaret, di mana Maria ibu Yesus hidup. Para sarjana menunjukkan pernikahan itu mungkin dari seorang kerabat Maria dan itulah alasan mengapa Yesus diundang, karena pelayanan-Nya kepada masyarakat baru saja dimulai dan Dia pun masih hampir tidak dikenal.

Pesta pernikahan di timur dekat sering berlangsung selama tujuh hari, cukup membuat beban keuangan kepada orang yang menyediakan makanan dan minuman. Ketika persediaan anggur habis -- tampaknya keluarga ini agak miskin -- Maria melibatkan diri untuk mencoba menyelamatkan muka keluarga dengan memanggil Yesus. Yesus hingga saat ini belum melakukan mujizat apapun. Tapi, Maria pasti sudah tahu, dalam menghadapi kemustahilan ini, Mesias yang dijanjikan itulah satu-satunya harapannya untuk membantu memecahkan dilema memalukan itu.

Menggunakan kesempatan ini untuk membiarkan ibunya tahu bahwa dia bukan lagi seorang anak lelaki kecil, atau di bawah wewenang gerak hatinya; lebih dari itu, oleh ingin memberi isyarat bahwa hidup-Nya sekarang semata-mata berada pada pengaturan dan arahan dari Allah Bapa, Yesus menjawab:  "Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba." Sekarang, para ahli Perjanjian Baru memastikan pada para pembaca zaman modern, bahwa bahasa ini sama sekali bukan tidak menghormati Maria, melainkan mengajukannya sebagai suatu komunikasi sopan yang sangat umum di antara ibu dan anak yang sudah dewasa, sementara pernyataan: "Mau apakah engkau dari pada-Ku?" merupakan sebuah ekspresi umum dalam bahasa Yunani untuk menyampaikan hubungan yang ada sebelumnya antara dua individu yang telah berkembang ke tingkat yang baru.

Apa yang sangat penting yang sering disalahpahami dalam pembicaraan antara Yesus dan ibunya ini adalah bahwa tidak ada argumen yang muncul di antara mereka. Dengan tenang, rendah hati dan penuh kepastian dia berbicara kepada para pelayan -- mereka jelas mengenalnya sejak kunjungan sebelumnya ke rumah itu -- dan berkata: "Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu" (Yohanes 2:5).

Itu pastilah pernikahan orang Yahudi yang taat,  mengingat adanya enam tempayan air yang terbuat dari batu (masing-masing berisi 20 sampai 30 galon) yang digunakan untuk ritual penyucian Yahudi sebelum dan sesudah makan (Mat. 15:1-2). Yesus memerintahkan para pelayan untuk mengisi tempayan-tempayan itu dengan air, dan para pelayan itu mematuhinya, sampai penuh sekali. Yesus memerintahkan mereka untuk mencedok air itu dan membawanya ke pemimpin pesta untuk meminta persetujuannya. Pemimpin pesta itu sangat sibuk dalam pesta itu, tampaknya ia tidak tahu bahwa mereka telah kehabisan anggur, namun, ia sudah siap untuk mencicipi air anggur yang baru itu yang akan ditawarkan kepada para tamu.

Pemimpin pesta itu berhenti sejenak tidak lama setelah mengecapnya, lalu memanggil mempelai laki-laki dan berkata anggur yang terbaik, tidak seperti kebiasaan pada umumnya, tetap ada sampai saat yang terakhir. (Walvoord, et al., 1983-c1985).



Aplikasi

Pertanyaan hari ini, Saudara dan Saudari, adalah pelajaran apa yang kita temukan dalam kisah ini untuk menginformasikan bagaimana kita masing-masing dapat merundingkan pernikahan atau hubungan penting lainnya dalam cara yang lebih baik daripada yang kita miliki di masa lalu?

Apakah kita menikah atau menjalin hubungan penting lainnya tanpa menghitung biaya? Apakah kita kehabisan anggur kesabaran, pengampunan kebaikan, dan sukacita? Apakah kita menyadari pernikahan dan hubungan lainnya tidak hanya untuk memberikan kepada kita kenyamanan, persahabatan dan sukacita tetapi juga untuk memberikan kehormatan, pujian dan kemuliaan bagi Allah?

Meskipun mungkin telah sampai pada menit terakhir dari perencanaan, pasangan ini mengundang Yesus ke dalam pernikahan mereka, dan itu berarti ke dalam kehidupan mereka. Apakah kita mengundang Yesus ke dalam rumah kita dan ke dalam hubungan kita untuk mengatur lalu lintasnya dan melakukan mujizat?

Pasangan di Kana itu mungkin tidak tahu pentingnya memiliki Yesus pada pesta pernikahan mereka, tetapi seseorang yang tahu dan peduli terhadap mereka mengundang Yesus untuk hadir di tengah-tengah mereka.

Yesus menggunakan tempayan air yang telah tersedia di rumah mereka, sebuah simbol ketaatan kepada Allah. Apa yang kita sudah praktekkan di rumah tangga kita yang Yesus dapat gunakan untuk mengubah realitas hubungan pernikahan dan rumah tangga kita?

Tidak ada yang terlalu sulit bagi Tuhan. Dia dapat membuat hal yang tidak mungkin menjadi mungkin. Dia dapat mengubah kekosongan kita menjadi kelimpahan yang meluap. Jika kita membiarkan Yesus masuk ke dalam pernikahan dan rumah tangga kita, Ia dapat melakukan mujizat yang mengubah rasa malu dan rasa sakit dari kehidupan kita.

Jadi apa sajakah masalah-masalah dalam pernikahan kita yang kita tidak tahu bagaimana untuk menanganinya dan yang menyebabkan kita kehabisan kesabaran, pengampunan kebaikan, dan sukacita?

Dalam hal kebaikan Alkitab menyatakan tentang istri yang saleh dalam Amsal 31:26: "Ia membuka mulutnya dengan hikmat, pengajaran yang lemah lembut ada di lidahnya." Kitab Suci juga menyatakan hal itu dalam 1 Korintus 13:4: "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati. . . " Dan Efesus 4:32 menegaskan: "Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu."

Tentang kesabaran Kitab Suci menyatakan dalam Yakobus 1:4: "Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun." Rasul Paulus mengumumkannya dalam 1 Timotius 6:11: "Tetapi engkau hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan." Dan kemudian dalam Roma 15:5: "Semoga Allah, yang adalah sumber ketekunan dan penghiburan, mengaruniakan kerukunan kepada kamu, sesuai dengan kehendak Kristus Yesus."

Pada pokok pengampunan, Kitab Suci mengumumkan dalam Matius 6:14, 15: "Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." Lalu Mazmur 86:5 menyatakan: "Sebab Engkau, ya Tuhan, baik dan suka mengampuni dan berlimpah kasih setia bagi semua orang yang berseru kepada-Mu." Dan ayat klasik dalam 1 Yohanes 1:9 menyatakan: "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan."

Berbicara tentang bagaimana kita harus bersikap satu sama lain dalam pernikahan dan dalam rumah tangga, Ellen White menyatakan dalam Rumah Tangga Advent, hal 421: "Kesopanan, bahkan dalam hal-hal kecil, haruslah dinyatakan oleh orang tua terhadap satu sama lain. Kebaikan yang menyeluruh harus menjadi hukum rumah tangga. Tidak ada bahasa kasar yang boleh dimanjakan, tidak ada kata-kata pahit yang boleh diucapkan."

Rekening Bank Emosional

Kita harus menyadari kebutuhan untuk menggunakan kebajikan dalam kitab suci dengan cara-cara yang praktis untuk merundingkan pernikahan setiap hari, dalam rangka untuk bertahan dan berkembang untuk menjadi berkat bagi anak-anak kita, bagi pasangan kita masing-masing, bagi masyarakat kita, gereja kita dan Allah kita.

Suatu keahlian yang banyak telah disadari, namun yang sering lupa untuk digunakan ketika kita membutuhkan keajaiban dari Yesus dalam pernikahan atau hubungan kita yang lainnya disebut Rekening Bank Emosional, digunakan oleh Dr Stephen Covey, dalam bukunya The 7 Habits of Highly Effective People.

Hubungan Saudara dengan semua orang dan siapa saja adalah bagaikan rekening bank biasa. Sebagian besar dari kita, dalam kehidupan nyata, memiliki rekening bank. Yang pasti, sebagian dari kita memiliki banyak dalam rekening bank kita, dan banyak di antara kita memiliki sedikit di dalam rekening bank kita. Dalam banyak kasus, sejumlah rekening tersebut tekor dan kita membayar biaya penalti yang dapat membuat kita sakit.

Dalam setiap interaksi dengan setiap orang yang dengannya kita berurusan setiap hari dalam kehidupan kita, tiap-tiap kita melakukan penyetoran – yaitu penyetoran emosional dengan apa yang kita katakan dan bagaimana kita mengatakannya, atau apa yang kita lakukan dan bagaimana kita melakukannya, atau kita membuat penarikan / pengambilan kembali secara emosional.

Ketika kita bersikap baik kepada pasangan kita, anak-anak, pimpinan, karyawan, anggota gereja ataupun sahabat kita, kita melakukan penyetoran emosional. Ketika kita menjadi orang yang sukar, kasar, tidak sabar, atau tidak setia, kita melakukan penarikan emosional.

Setiap hubungan -- pastinya setiap pernikahan, dan setiap jenis hubungan lainnya – mengalami penyetoran maupun penarikan emosional setiap hari dalam kehidupan kita. Sehingga, tergantung pada seberapa sering kita melakukan penyetoran atau penarikan, frekuensinya akan menentukan kelangsungan atau kurangnya keberlanjutan hubungan kita.

Ketika kita berkontribusi secara adil dalam beban tugas-tugas di rumah kita, suami atau istri kita mengalami setoran emosional. Ketika kita berperilaku dengan cara yang tidak meneguhkan hubungan, sebaliknya yang terjadi, dan pasangan kita, anak-anak kita, teman pria, teman wanita kita, pimpinan, sahabat atau karyawan kita mengalami suatu penarikan emosional. Semakin konsisten kita dalam melakukan setoran emosional ke dalam rekening bank emosional dari orang yang dengannya kita berhubungan, hubungan kita akan lebih kuat dan lebih sehat. Jika di sisi lain hampir semua yang kita lakukan dalam hubungan kita adalah penarikan emosional, sangat segera rekening bank emosional kita akan tekor karena kurangnya setoran emosional dan kita akan mengalami kebangkrutan dalam pernikahan atau hubungan kita masing-masing, karena perilaku kita telah menelan semua mata uang yang tersisa.

Kesimpulan

Setiap pernikahan mengalami masa-masa yang baik, dan setiap pernikahan juga memiliki masa-masa yang buruk. Hal ini juga berlaku bagi setiap hubungan yang kita miliki dalam kehidupan kita. Harapannya adalah bahwa Saudara akan memiliki pernikahan yang hebat dengan sedikit masa-masa yang menyedihkan, bukannya pernikahan yang mengerikan dengan sedikit masa-masa yang baik.

Sesungguhnya, Saudara dapat membuat keputusan saat ini, apapun jenis perkawinan (hubungan) yang akan Saudara miliki, itu semua tergantung pada Saudara. Suatu tempat yang baik untuk memulai adalah memilih untuk melakukan setoran harian ke dalam rekening bank emosional pasangan (sahabat) Saudara.

Namun, terlepas dari pilihan dan niat baik kita, kita tidak akan pernah mencapai tujuan kita, kita tidak akan pernah sukses, tanpa kuasa dan kasih karunia Yesus. Untuk memiliki sebuah pernikahan (hubungan) yang diisi dengan kesabaran, kebaikan, pengampunan, dan sukacita, kita membutuhkan kuasa dan kasih karunia Yesus setiap hari. Kenyataannya adalah, Saudara dan Saudari, kita memerlukan mujizat dalam pernikahan untuk mencapainya.

Yesus berjalan melalui Kana Galilea kita hari ini. Dan ketika Yesus datang, Dia membawa damai. Ketika Yesus datang, Dia membawa sukacita. Ketika Yesus datang, Dia membawa penyembuhan. Ketika Yesus datang, Dia membawa pengampunan. Ketika Yesus datang, Dia membawa mujizat untuk melengkapi defisit dalam setiap hubungan kita saat ini.

Marilah kita memutuskan hari ini untuk berjalan seperti Yesus; berbicara seperti Yesus; mengasihi seperti Yesus; mengampuni seperti Yesus; bersikap baik seperti Yesus; sabar seperti Yesus, untuk menjadi seperti Yesus. Kemudian kehancuran hidup kita akan diperbaiki, rasa sakit dalam hubungan kita akan menemukan penyembuhan; amarah dalam hubungan kita akan menemukan kedamaian, kesedihan dalam hubungan kita akan menemukan sukacita.

Marilah kita mengundang Yesus masuk ke dalam hati kita, rumah kita, dan hidup kita, dan kita akan mengalami mujizat dalam pernikahan setiap hari.

Semoga Allah memberkati kita untuk mencapai tujuan ini adalah doa kami.


Referensi

Covey, S. R. (1990).The 7 Habits of Highly Effective People. New York, NY: Simon & Schuster.

The Message (2002), NavPress.

Walvoord, J. F., Zuck, R. B., & Dallas Theological Seminary (1983-c1985), The Bible Knowledge commentary: An exposition of the scriptures. Victor Books: Wheaton, IL.

White, E. G. (1952), Rumah Tangga Advent, Hagerstown, MD: Review and Herald Publishing Association.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar